Skip to main content

Sticky Advertisement

728

Ad Code

728
728

Proyek Infrastruktur dan Masyarakat

 

Wildan Taufiq


Pembangunan suatu negara kerap diasosiasikan secara awam dengan keberadaan proyek infrastruktur. Tentu saja asosiasi ini tidak tepat, bahkan dalam konteks yang luas, berbahaya. Kita paham bahwa pembangunan selalu berdimensi ganda (fisik-non-fisik, materil-immateril, infrastruktur-suprastruktur).

 

Sasaran pembangunan paling utama adalah meningkatnya kualitas hidup manusia yang dalam konteks sosial disebut masyarakat. Pembangunan yang mendegradasi kualitas hidup bukanlah pembangunan. Dari pemahaman ini maka keberadaan proyek infrastruktur perlu dikawal dengan menggunakan lensa socio utility dan socio responsibility. Hal ini penting untuk dimengerti agar keberadaan proyek tidak menjadi tembok yang mengalienasi masyarakat dan berakhir menjadi pemantik konflik. Ada banyak contoh bagaimana sebuah proyek justru melahirkan persoalan bagi masyarakat. Alih-alih menggembirakan, keberadaan proyek berujung petaka. Sebabnya lagi-lagi karena proyek dipandang sebagai sekadar urusan besi dan beton.

Tentu saja konflik yang terjadi di seputar keberadaan proyek bukanlah sesuatu yang diinginkan. Tidak jarang pula pada tahap perencanaan, visi sebuah proyek telah menggunakan kerangka pembangunan yang holistik. Sayangnya interaksi antara pihak yang terlibat dalam suatu proyek dengan masyarakat terbilang terlalu minim sehingga aspek socio utilty dan socio responsibilty itu hanya didasarkan pada referensi internal. Yang terjadi kemudian adalah saling menyalahkan antara pihak pelaksana proyek dengan masyarakat. Pihak pelaksana merasa sudah menunaikan tanggungjawabnya, namun masyarakat tidak merasakan.

Karena itu ada beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian serius terkait pelaksanaan sebuah proyek demi tercapainya visi pembangunan.

Pertama, komunikasi empatik. Suatu informasi mengenai proyek perlu disampaikan bukan saja bertumpu pada intensitas, namun juga harus berpijak pada kepekaan akan kondisi masyarakat. Misalkan saja proyek perluasan dan pengembangan kilang minyak yang saat ini tengah dilakukan di beberapa daerah termasuk di Kota Balikpapan, perlu diperkenalkan sebagai upaya nyata mengentaskan problem ekonomi riil khususnya persoalan ketahanan energi dengan melibatkan perspektif masyarakat. 

Karenanya upaya untuk mendengarkan keluh kesah masyarakat seputar persoalan yang hendak dipecahkan suatu proyek, merupakan langkah penting guna memformulasikan karakter pesan yang hendak disampaikan. Sebab masyarakat kerap memiliki pandangan tersendiri terkait persolan berdasarkan pengalaman mereka sehari-hari. Dalam konteks ketahanan energi misalnya,  insiden kelangkaan, antrean di SPBU, atau soal harga BBM adalah isu dan pengalaman harian kongkret yang sebetulnya dinanti solusinya oleh masyarakat. Boleh jadi proyek yang berjalan bukanlah solusi langsung atas persoalan-persoalan tadi, namun disitulah tantangan komunikasi empatik: bagaimana membangun kesepahaman bersama yang didasari kepekaan akan kondisi dan situasi masyarakat.

Aspek lain yang berhubungan dengan pelaksaan proyek adalah prinsip partisipatif. Proyek pembangunan tidak boleh tampil dengan perawakan elitis. Masyarakat, khususnya mereka yang berada di daerah proyek perlu dilibatkan. Hal ini perlu dilakukan bukan sekadar demi memenangkan penerimaan publik. Ada alasan jauh lebih mendasar dari sekadar urusan pencitraan.

Prinsip partisipatif berangkat dari asumsi bahwa segenap pihak memiliki potensi yang dapat menunjang keberhasilan suatu usaha. Dalam konteks keberadaan proyek, masyarakat sekitar utamanya adalah mitra strategis yang dapat berperan sebagai pelaku maupun pengawas aktifitas proyek. Kedua peran ini sama-sama dibutuhkan bagi tercapainya visi pembangunan infrastruktur.    

Melibatkan masyarakat sebagai pelaku, akan menjadikan suatu proyek memiliki kebermanfaatan yang bisa secara langsung dirasakan. Penyerapan tenaga kerja secara massif di suatu daerah misalnya, secara signifikan dapat menggerakkan perekonomian di daerah tersebut.  Secara simultan beberapa persoalan sosial dapat dengan sendirinya tertanggulangi seperti pengangguran atau kemiskinan. 

Fungsi pengawasan dari masyarakat juga tidak kalah penting. Sebab tidak jarang aktifitas dalam suatu proyek justru memberikan dampak buruk entah kepada lingkungan maupun kepada publik. Hal ini perlu diinsyafi bersama, sebab dampak buruk tersebut kadang terjadi bukan dikarenakan unsur kesengajaan. Demonstrasi yang dilakukan masyarakat karenanya tidak perlu disikapi dengan antipati, namun sebagai sebentuk koreksi bahwa ada saluran komunikasi yang terhambat. Partisipasi aktif masyarakat dalam mengawal jalannya proyek harus dipandang secara positif, sebab kesalahan kadang hanya dapat dilihat oleh pihak lain. Jika perlu, beri penghargaan kepada anggota masyarakat yang terlibat aktif melakukan fungsi pengawasan ini.

Terakhir, aspek pemberdayaan. Prinsip partisipatif selalu berkaitan erat dengan upaya bagaimana agar masyarakat memiliki kesanggupan dan kemampuan yang lebih dari sebelumnya. Lagi-lagi ini bukan soal pencitraan. Visi pembangunan memang mensyaratkan pemberdayaan. Pembangunan infrastruktur harus diimbangi dengan pembangunan insani. Proyek tidak boleh sekadar demi dan untuk proyek semata. Keberhasilan suatu proyek diukur bukan semata apakah sebuah gedung berhasil didirikan, bandara dapat dioperasikan, jalan tol dapat dilintasi, atau kilang berhasil terinstalasi. Ukuran sejati kesuksesan suatu proyek pembangunan selalu kembali kepada tingkat kebertumbuhan kualitas hidup masyarakat baik secara umum dan khususnya masyarakat di daerah proyek tersebut.

Prinsip komunikasi empatik, partisipatif, dan pemberdayaan akhirnya berjalin berkelindan membentuk sebuah pola harmonis antara aktivitas proyek dengan masyarakat. Ketiganya saling menunjang dan mengandaikan. Partisipasi tak akan terwujud tanpa aktivitas komunikasi yang membumi dan peka kondisi. Pun partisipasi yang produktif, lahir dari pemberdayaan yang progresif. Ketiga aspek ini yang perlu menjadi catatan penting setiapkali proyek infrastruktur pembangunan diwujudkan, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi[]


Posting Komentar

0 Komentar

728